Tersebutlah seorang pria yang berpikir
bisa selalu memeluk erat seorang wanita yang dia nikahi dan yang pernah memberi
kebahagiaan dalam hidupnya. Dia pernah
bersumpah untuk selalu membuat istrinya bahagia seumur hidupnya.
Seiring
berjalannya waktu, pria bernama Chang yang dulu statusnya hanya seorang buruh kini telah
menjadi kepala bagian, lalu membuat perusahaan konstruksi sendiri. Sekarang perusahaannya semakin besar dan
terkenal, godaan terhadap dirinya pun semakin banyak.
Malam itu, dia membalikkan badan istrinya,
hanya sekedar ingin berhubungan suami istri. Namun, dia menyadari, kini istrinya semakin
menua, tubuh yang langsing kini sudah berisi, kulitnya pun tidak halus lagi.
Jika dibandingkan dengan sejumlah wanita
cantik di sekelilingnya, dia hanyalah seorang wanita desa yang kusam,
keberadaan istrinya mengingatkannya pada masa lalu yang sederhana. Dia berpikir,
pernikahan ini sudah mencapai titik akhirnya.
Dia menyetorkan
uang sebesar satu juta yuan ke rekening istrinya, agar istrinya dapat membeli
rumah yang nyaman di pusat kota. Dia bukanlah pria
yang tak berperasaan, jika tidak mengatur kehidupan istrinya selanjutnya, dia merasa
kurang tenang. Setelahnya, dia pun
meminta untuk bercerai.
Istrinya duduk di
hadapannya dengan tenang mendengar alasan perceraiannya, mata istrinya pun
terlihat tenang. Namun, bagaimanapun mereka
telah menikah 20 tahun, dia tahu betul semua tentang istrinya, dia tau bahwa
tatapan tenang istrinya, sebenarnya menyimpan rasa perih yang teramat dalam di
dalam hati. Dia tiba-tiba
menyadari bahwa dia sangat kejam.
Hari yang telah
ditentukan untuk berpisah pun tiba. Sayangnya, pada hari itu, sesuatu
terjadi pada perusahaannya sehingga ia menyuruh istrinya agar menunggu di rumah
sebentar dan saat siang hari nanti ia akan kembali membantu
istrinya pindahan. Ya, pindah ke rumah baru yang telah dibelinya
itu. 20 tahun usia pernikahan mereka pun berakhir sampai disini.
Sepanjang pagi,
hatinya sangat gelisah. Begitu siang
tiba, ia segera kembali ke rumah. Namun, rumah sudah sepi, istrinya telah pergi. Di atas meja ia
mendapati, kunci rumah yang ia belikan untuk Sang Istri, buku tabungan yang nilainya
satu juta, dan sepucuk surat yang ditulis oleh istrinya untuk dia. Ini adalah surat pertama yang ditulis oleh
istrinya untuknya:
“Aku sudah pergi, kembali ke rumah orangtua
di kampungku. Semua selimut sudah aku cuci, dan juga
sudah dijemur, aku menaruhnya di rak sebelah kiri, saat musim dingin tiba,
jangan lupa mengeluarkannya.
Semua sepatu kulit sudah ku semir, jika robek kamu bisa pergi ke toko sol sepatu dekat rumah. Kemeja di lemari bagian atas, kaos kaki dan tali pinggang di laci bawah.
Semua sepatu kulit sudah ku semir, jika robek kamu bisa pergi ke toko sol sepatu dekat rumah. Kemeja di lemari bagian atas, kaos kaki dan tali pinggang di laci bawah.
Saat beli beras, ingat beli merek Jin
Xiang, pergilah ke supermarket, di sana tidak akan ada merek yang palsu.
Xiao Sun setiap
minggu akan datang untuk bersih-bersih, jangan lupa berikan gaji dia setiap
akhir bulan.
Oh ya, jika ada
baju yang sudah tak terpakai, berikanlah pada Xiao Sun, dia akan mengirimkannya
ke kampung, keluarga mereka akan sangat senang.
Setelah aku
pergi, jangan lupa minum obat, lambung mu kurang sehat, saya sudah menyuruh
orang membelikan mu obat lambung dari Hong Kong, seharusnya cukup untuk
setengah tahun.
Dan lagi, kamu
selalu lupa membawa kunci saat keluar rumah, aku sudah menitipkannya pada
resepsionis, jika kamu lupa lagi, ambilah di sana.
Saat pagi, jangan
lupa tutup jendela sebelum keluar rumah, air hujan yang masuk akan membasahi
lantai.
Aku sudah
membuatkan pangsit untuk mu, saat pulang, masaklah itu.”
Setiap huruf yang ditulis istrinya sangat
tidak rapi. Namun setiap katanya bagaikan peluru yang menusuk ke dada secara
bertubi-bertubi. Dia perlahan menuju dapur, memasak pangsit
yang sudah disiapkan.
Dia tiba-tiba berpikir akan 20 tahun yang
lalu, dia berdiri di antara tumpukan tiang dan menjadi buruh semen. Tidak jauh dari tumpukan tiang tersebut ada
suara yang berteriak memanggil namanya sambil membawakan pangsit,
mengingatkannya akan suara yang membawakan kebahagiaan itu; mengingatkannya
akan rasa puas setelah memakan pangsit itu. Seakan baru saja melewati sebuah pesta;
mengingatkannya akan masa dimana ia mengucapkan sumpah, “aku akan membuat
wanita ku bahagia.” Dia pun berbalik
menuruni tangga dan segera masuk ke mobil dan segera menuju ke stasiun kereta.
Setengah jam, ia sampai ke stasiun kereta dan mendapatkan istrinya hendak masuk ke kereta menuju kampungnya. Dengan nada yang tinggi ia berkata, “Kamu mau kemana?! Aku begitu lelah kerja setengah hari ini, dan tidak ada nasi di rumah, istri macam apa kamu? Keterlaluan, cepat ikut aku pulang!”
Dia terlihat
sangat galak dan kasar (kompensasi dr penyesakannya), istrinya pun
dengan mata yang basah, mengikutinya dari belakang dan ikut pulang ke rumah. Perlahan-lahan, air mata istrinya menjadi
bunga mekar. Kala itu istrinya tidak tahu jika suaminya yang berjalan
di depan juga sedang menangis.
Saat perjalanan dari rumah menuju stasiun
kereta, ia sangat ketakutan, takut juga tidak menemukan istrinya lagi, takut
kehilangan istrinya. Dia memarahi diri sendiri, begitu bodoh,
hendak mengusir istri sendiri, ternyata kehilangan istrinya, seperti kehilangan
tulang rusuk, begitu sakit. Pengalaman ini, membuat hubungan mereka semakin
erat setiap harinya.
Sayangilah
istri anda karena kehilangan seorang istri yang baik hatinya sama saja seperti
kehilangan tulang rusuk. Istri yang baik akan menemani engkau hingga
engkau sukses dan kaya raya. Namun setelah engkau kaya raya, janganlah engkau
berpaling dari mereka dan menganggap mereka tidak lagi berguna. Pernah ada
orang berkata “kesetiaan seorang wanita diuji ketika sang pria tidak mempunyai
apa-apa, dan kesetian seorang pria diuji ketika ia telah mempunyai segalanya.”
Komentar
Posting Komentar