Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2017

Subhanallah! Inilah Ciri-Ciri Penghuni Neraka Paling Dalam

Ilustrasi Neraka. Sumber: thechrystianmyth.com Bagi orang yang beriman, keyakinan akan datangnya hari pembalasan adalah sebuah keniscayaan sebagai syarat keimanan yang mesti dipenuhi. Adapun akhir perjalan di hari pembalasan tersebut tak lain adalah dimasukannya manusia ke surga sebagai buah dari ketaatannya dan neraka sebagai konsekuensi dari pembangkangan terhadap Allah SWT. Berbicara soal neraka sebagai tempat akhir dihukumnya manusia atas segala dosa, tentu dipenuhi oleh konsep mengerikan dan menakutkan. Karenanya, sudah pasti tak seorang beriman pun yang mampu membayangkan bagaimana keadaan mereka jika harus dimasukan ke dalam neraka sebagai tempat kembalinya kelak. Dalam sebuah hadis disebutkan, untuk hukuman paling ringannya saja adalah menggunakan alas kaki dari bara api yang mampu membuat ubun-ubun mendidih. Naudzubillah! _Azab yang paling ringan di neraka pada hari kiamat ialah dua butir bara api di kedua telapak kakinya yang dapat merebus otak_. (HR. Tirmidzi) K

Ternyata, Inilah Sifat yang Bisa Memuliakan dan Menghinakan Manusia

Manusia, Mahluk Berakal yang Harus Mencari Posisinya dalam Tatanan Sosial Diakui atau tidak, sebagai makhluk yang hidup dalam tatanan kehidupan yang teratur, manusia memiliki batasan-batasan dalam segala tindak tanduknya. Karenanya, pengendalian diri dari perilaku yang bisa merusak tatanan sosial di lingkungan sekitar mutlak diperlukan guna menghindari konsekuensi negatif bagi diri maupun lingkungan akibat perilaku merusak tersebut. Sejatinya, seorang manusia memang sudah memiliki filter untuk memilah mana yang baik dan buruk untuk dilakukan sebagaimana Freud yang berteori bahwa Ego yang melakukan tindakan dari dorongan dasar Id bisa dikendalikan oleh superego yang bertugas menentukan tindakan ego tadi dengan pertimbangan baik dan buruknya. Dilansir dari belajarpsikologi.com (07/09/17) Namun demikian, kadang manusia tetaplah kalah dan berbuat di luar ketentuan dikarenakan adanya tuntutan kebutuhan maupun syahwat yang terus mendesak. Contoh sederhananya, hukum positif mau

Ternyata Lawan Kekayaan itu Bukan Kemiskinan

Ilustrasi Kemiskinan Tak memiliki harta benda adalah ujian berat bagi kebanyakan orang. Apalagi jika hal tersebut terjadi di jaman yang segala kemudahan dan kenyamanan dapat dengan mudah dibeli dengan harta seperti sekarang ini. Semakin menjadi, para pemilik kekayaan pun dengan mudah mengekspos segala kemewahan miliknya di sosial media yang saat ini sudah memasyarakat. Hal ini otomatis membuat para social climber semakin ngiler. Atau jangan-jangan, karena penyakit ingin terlihat kaya nya, malah para social climber sendiri yang mengekspos kemewahan tersebut sebagai kamuplase status mereka yang sebenarnya tidak tergolong kaya. Dilansir dari inovasee.com (09/08/17) Berangkat dari kondisi tersebut, tak heran jika banyak orang sangat mendambakan dan berdo’a untuk hidup bergelimang harta dan kekayaan. Bolehkah? Tentu saja boleh. Mengharap perbaikan dalam hidup sangatlah logis dan usaha untuk mewujudkannya adalah kewajiban setiap manusia. Namun, benarkah semua solusi perbaikan hidup

Karena Setiap Bayi Dilahirkan Suci

Dok. Pribadi Pernah saya mendengar candaan tak pantas  dari salah seorang sanak saudara ketika Ibu beliau berkeluh kesah berkenaan dengan masa tuanya yang (menurutnya) kurang perhatian anak-anaknya. Sang Ibu mengeluh, “Ah, menyesal punya anak cuma dua, karena sekarang dua-duanya juga tidak peduli keadaan ibunya.” Dengan santai Sang Anak berkata, “Ya, yang sabar aja. Toh, yang minta punya anak juga orang tua. Nggk pernah ada anak yang minta orang tua.” Bro and Sis, jangan sekali-kali berujar seperti itu, kalaupun sekedar candaan dan boleh jadi masuk akal, jelas itu menyakitkan orang tua kita. Sakit hatinya orang tua adalah musibah bagi anak-anaknya. Pun demikian, apakah memang orang tua selalu ada di pihak yang tak pernah salah? Tidak. Orang tua juga tak lepas dari potensi kesalahan dalam membesarkan anaknya. Pengasuhan yang tak benar, kurangnya pengajaran terhadap Sang Anak, dan tak memberikan tauladan yang baik adalah tiga poin di antara contoh kekeliruan yang dilakukan o