Dok. Pribadi |
Pernah saya mendengar candaan tak pantas dari salah seorang sanak saudara ketika Ibu beliau berkeluh kesah berkenaan dengan masa tuanya yang (menurutnya) kurang perhatian anak-anaknya. Sang Ibu mengeluh, “Ah, menyesal punya anak cuma dua, karena sekarang dua-duanya juga tidak peduli keadaan ibunya.”
Dengan santai Sang Anak berkata, “Ya, yang sabar aja. Toh, yang minta punya anak juga orang tua. Nggk pernah ada anak yang minta orang tua.”
Bro and Sis, jangan sekali-kali berujar seperti itu, kalaupun sekedar candaan dan boleh jadi masuk akal, jelas itu menyakitkan orang tua kita. Sakit hatinya orang tua adalah musibah bagi anak-anaknya.
Pun demikian, apakah memang orang tua selalu ada di pihak yang tak pernah salah? Tidak. Orang tua juga tak lepas dari potensi kesalahan dalam membesarkan anaknya. Pengasuhan yang tak benar, kurangnya pengajaran terhadap Sang Anak, dan tak memberikan tauladan yang baik adalah tiga poin di antara contoh kekeliruan yang dilakukan orang tua dalam pemenuhan hak anaknya.
Bro and Sis, saat ini, kebanyakan orang tua lebih fokus terhadap pemenuhan kebutuhan fisik dan kesenangan Sang Anak. Padahal jauh lebih utama adalam pemenuhan kebutuhan mental spiritual anak terlebih dahulu yang justru mesti dipenuhi.
Karenanya, tak keliru jika Nabi menaruh tanggung jawab yang besar terhadap para orang tua dalam mengurus dan membesarkan Sang Anak baik secara fisik maupun pemikiran. Dalam sebuah hadis diterangkan:
Tiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah-Islami). Ayah dan ibunya lah kelak yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (penyembah api dan berhala). (HR. Bukhari)
Tanpa maksud menyinggung soal keyakinan orang lain, dalam hadis tersebut terlihat jelas bagaimana besarnya peran orang tua dalam mengembangkan dan membentuk diri seorang anak.
Anak kita bagai selembar kertas putih bersih tanpa coretan. Kita sebagai orang tua yang akan memberikan goresan pertama dan membuat pola yang akan dilanjutkan oleh bertambahnya pengetahuan dan pengalaman Sang Anak. Bisa jadi, anak kita menemukan penghapus untuk mengoreksi pola-pola yang keliru atau malah menambah goresan salah dan membuat pola yang lebih rumit.
Bro and Sis, apapun posisi kita saat ini, jika kita sebagai anak, bijaklah menerima segala arahan orang tua. Ikuti yang baik dan biasakan bicara untuk membahas hal yang perlu disamakan pemahamannya. Jika harus membantah, maka bantahlah dengan cara paling baik dan penuh cinta. Semua yang orang tua minta, pasti didasari oleh cita-cita kebaikan bagi anaknya. Karenanya, bicarakan dan cari jalan keluarnya.
Pun jika kita sekarang berposisi sebagai orang tua, peganglah tanggung jawab amanah sebaik-baiknya dengan memberikan pengajaran terbaik bagi anak-anak kita.
Wallahualam
Komentar
Posting Komentar