Manusia, Mahluk Berakal yang Harus Mencari Posisinya dalam Tatanan Sosial |
Diakui atau tidak, sebagai makhluk yang hidup dalam tatanan kehidupan yang teratur, manusia memiliki batasan-batasan dalam segala tindak tanduknya. Karenanya, pengendalian diri dari perilaku yang bisa merusak tatanan sosial di lingkungan sekitar mutlak diperlukan guna menghindari konsekuensi negatif bagi diri maupun lingkungan akibat perilaku merusak tersebut.
Sejatinya, seorang manusia memang sudah memiliki filter untuk memilah mana yang baik dan buruk untuk dilakukan sebagaimana Freud yang berteori bahwa Ego yang melakukan tindakan dari dorongan dasar Id bisa dikendalikan oleh superego yang bertugas menentukan tindakan ego tadi dengan pertimbangan baik dan buruknya. Dilansir dari belajarpsikologi.com (07/09/17)
Namun demikian, kadang manusia tetaplah kalah dan berbuat di luar ketentuan dikarenakan adanya tuntutan kebutuhan maupun syahwat yang terus mendesak.
Contoh sederhananya, hukum positif maupun agama melarang seseorang untuk mencuri. Oleh karena itu, apapun alasannya, seseorang seharusnya menahan diri untuk mencuri karena adanya konsekuesi buruk bagi pribadi maupun lingkungannya. Tetapi, tiba kalanya gelap mata, kebutuhan akhirnya menjadi alasan untuk seseorang tetap mencuri.
Dari gambaran di atas, batasan perilaku yang dibentuk seseorang berupa persepsi baik dan buruk ternyata harus juga disertai pengekang yang tertanam dalam diri orang itu sendiri. Lantas, apakah pengekang itu? Pengekang itu bisa berupa sifat taat atau takut.
Coba saja tanya, “Kenapa tidak mencuri?”, sebagai bentuk ketaatan seseorang akan menjawab, “Agama saya melarang.” Sedang yang lain, karena perasaan takutnya, dia akan menjawab, “Saya takut dipenjara,” misalnya. Dua sifat ini memang cukup baik untuk mencegah diri kita dari berbuat hal yang tidak baik.
Tapi jangan salah, ada sifat manusia yang lebih efektif untuk menjaga setiap individu dari melakukan hal yang menghinakan dirinya. Apakah sifat tersebut? Sifat tersebut tak lain adalah “malu”.
Ilustrasi Malu |
Bingung kenapa? Karena dalam sebuah hadis Nabi Muhammad Saw menyebutkan, "Malu adalah bagian dari iman." (HR. Muslim)
Ok, jawaban di atas mungkin terkesan tabu dan hanya bisa diterima dengan keyakinan.
Jika masih perlu alasan lain, mari kita lebih telaah kenapa sifat malu lebih efektif meredam khilaf dan bisa menjadi sebab kemuliaan dan hinanya seseorang. Hal tersebut tak lain karena sifat malu lahir dari kesadaran diri sendiri. Berbeda dengan dengan taat dan takut yang muncul karena adanya faktor atau pengaruh dari luar diri manusia. Malu sangat erat kaitannya dengan perasaan yang peka dan hati yang bersih. Karenanya, tak heran jika kita hendak mendeteksi salah dan benarnya perilaku kita, renunganlah sabda Rasulullah Saw dalam hadisnya yang berbunyi:
"Kebaikan adalah akhlak yang baik, sedangkan dosa adalah apa saja yang meragukan jiwamu dan kamu tidak suka memperlihatkannya pada orang lain (malu).” (HR. Muslim)
Akhirnya, semoga kita tetap dikaruniai rasa malu sehingga kemuliaan tetap terjaga dan diri ini dijauhkan dari perbuatan yang menghinakan. Wallahualam.
Sumber hadis, hadith.al-islam.co
Komentar
Posting Komentar