Langsung ke konten utama

“Iqra” Sebagai Ayat Pertama Bagi Manusia

Assalamu’alaikum, Bro and Sis.. Salam kenal!
Bicara agama bisa jadi bukan topik yang terlalu menarik untuk disimak. Berat, ribet, banyak aturan, bahkan ancaman. Mmh.. memang tak mudah jika stigma awal tentang agama  sudah begitu menyeramkan tertanam di benak kita. Terlebih islam yang belakangan sering nyangkut di pemberitaan yang kurang baik. Penebar kebencian, pengancam kebhinekaan, sampai diidentikan sebagai agama para teroris. Apa, iya?

Bro and Sis, belajar mengenal agama, khususnya islam, harus diawali dengan kebesaran hati. Sabar menyimak sebelum menjustifikasi, menunggu penjelasan selesai sebelum menyimpulkan, dan siapkan nalar yang terbuka. Yup! Tak ragu saya katakan belajar agama islam bukan harus tanpa logika. Keliru jika ada yang mengatakan islam adalah agama dokrin apalagi dibilang bertentangan dengan akal manusia.

Membuktikan ucapan tersebut, mari Bro and Sis sekalian, kita lihat firman pertama Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.

“”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al ‘Alaq: 1-5)

Ternyata, sebagai wahyu pertama, yang ada dalam QS. Al-Alaq ayat 1 – 6 tersebut bukanlah titah untuk tunduk, taat, atau perintah mengerjakan sholat sebagai bukti penghambaan manusia. Dengan sifat-Nya yang Maha Bijak Allah SWT hanya meminta kita membaca, Dia memilih “Iqra” sebagai ayat pertama dalam menyeru umat manusia.

Bro and Sis, apa yang kita pahami dari kata “baca”? Melafalkan tulisan? Tentu saja, bukan hanya itu. “Baca!” bisa dimaknai dengan perintah pahami, pelajari, dan cobalah untuk mengerti, yang kesemuanya adalah aktivitas akal.

Perintah membaca adalah titah kita untuk berpikir. Berpikirlah karena “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya siang dan malam terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Al Imran: 190)

Dari sana, jelas ada tunttan dan tuntunan kita untuk mengikuti dengan pemahaman. Memutuskan setelah melalui pertimbangan. Bukan dokrin! Tapi, bagaimana dengan iman? Bukankah itu bentuk keyakinan yang merupakan urusan hati.

Bro and Sis yang saya cintai, apa penyebab hati kita teguh? Hati kita bisa memiliki keyakinan yang teguh setelah akal kita membenarkan. Proses keyakinan tetap diawali oleh usaha akal kita yang berpikir mencari hal yang hakiki. Mmmh.. bisa jadi Bro and Sis ada yang protes dan bilang, “Tapi, kadang setelah berpikir kita malah mentok di batas nalar tanpa mendekat ke keyakinan.”

Benar, ada garis penyambung antara nalar dan iman. Itu yang dinamakan hidayah. Dan bagaimana hidayah terbentuk, selain karunia Allah SWT, teruslah berpikir dan belajar. Di sanalah peran akal kita dibutuhkan dan di sanalah kadar usaha kita di nilai. Wallahualam..

Semoga kita dimudahkan untuk mendekati kebenaran hakiki, diberi kesempatan untuk terus berpikir dan belajar, dan semoga kita, saya dan Bro and Sis sekalian, kembali dipertemukan dalam rangka hal tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ternyata, Inilah Sifat yang Bisa Memuliakan dan Menghinakan Manusia

Manusia, Mahluk Berakal yang Harus Mencari Posisinya dalam Tatanan Sosial Diakui atau tidak, sebagai makhluk yang hidup dalam tatanan kehidupan yang teratur, manusia memiliki batasan-batasan dalam segala tindak tanduknya. Karenanya, pengendalian diri dari perilaku yang bisa merusak tatanan sosial di lingkungan sekitar mutlak diperlukan guna menghindari konsekuensi negatif bagi diri maupun lingkungan akibat perilaku merusak tersebut. Sejatinya, seorang manusia memang sudah memiliki filter untuk memilah mana yang baik dan buruk untuk dilakukan sebagaimana Freud yang berteori bahwa Ego yang melakukan tindakan dari dorongan dasar Id bisa dikendalikan oleh superego yang bertugas menentukan tindakan ego tadi dengan pertimbangan baik dan buruknya. Dilansir dari belajarpsikologi.com (07/09/17) Namun demikian, kadang manusia tetaplah kalah dan berbuat di luar ketentuan dikarenakan adanya tuntutan kebutuhan maupun syahwat yang terus mendesak. Contoh sederhananya, hukum positif mau

Kaji Ulang Kartika Putri Berhijab dan Rina Nose Lepas Hijab

tribunnews.com Bukan hal yang aneh ketika seorang manusia berganti pilihan sikap. Sikap yang didasari kecenderungan hati memang sangat mungkin berubah sesuai penguatan diri kita sendiri terhadap nilai-nilai yang kita pegang. Karenanya, sungguh tepat jika kita senantiasa memohon kepada Yang Maha Membolak-balikan Hati untuk diberikan karunia berupa keteguhan hati terhadap petunjuk dan ketaatan. Ya muqallibal khulub tsabit khalbi ala dinika watho'atik. Dua dari sekian contoh mudahnya hati manusia berbolak-balik tergambar dari keputusan Rina Nose dan Kartika Putri. Serupa tapi bertolak belakang dua perempuan yang berprofesi sebagai artis ini mantap mengambil keputusan besar dalam hidupnya masing-masing. Yang satu memutuskan membuka hijab yang sempat beberapa bulan menutup kepalanya, yang lainnya malah berazam untuk mulai berhijab. Terlepas niat yang hanya mereka berdua yang tahu pasti, tugas kita tak sisa selain mendo'akan kebaikan atas setiap keputusan yang mereka am

Hukum dan Ketentuan Qurban

Assalamu’alaikum Bro and Sis.. Kurang dari seminggu lagi kita akan bertemu dengan Hari Raya Idul Adha yang juga dikenal dengan Hari Raya Qurban. Sudah siap dengan hewan qurbannya masing-masing? Biar ibadah qurbannya lebih mantap, yuk kita baca lagi beberapa dall menyangkut ketentuan qurban yang tercantum dalam hadist Nabiullah Muhammad Saw. Perintah Qurban “Sesungguhnya Kami telah memberikan karunia sangat banyak kepadamu, maka sholatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah qurban.” QS. Al Kautsar 1-2 Dalam ayat tersebut jelaslah Allah SWT memerintahkan kita untuk berkurban. Namun, sebagaimana perintah sholat dalam ayat tersebut, sifat perintah berkurban bersifat umum / tidak spesifik. Adapun penguatan bahwa hukum berqurban adalah sunah, dapat dilihat dalam hadis, Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: “ Saya menyaksikan bersama Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Shalat Idul Adha di lapangan, kemudian tatkala menyelesaikan khutbahnya beliau turun dari mimbarnya, dan beliau diber