Langsung ke konten utama

Kaji Ulang Kartika Putri Berhijab dan Rina Nose Lepas Hijab

tribunnews.com

Bukan hal yang aneh ketika seorang manusia berganti pilihan sikap. Sikap yang didasari kecenderungan hati memang sangat mungkin berubah sesuai penguatan diri kita sendiri terhadap nilai-nilai yang kita pegang. Karenanya, sungguh tepat jika kita senantiasa memohon kepada Yang Maha Membolak-balikan Hati untuk diberikan karunia berupa keteguhan hati terhadap petunjuk dan ketaatan. Ya muqallibal khulub tsabit khalbi ala dinika watho'atik.

Dua dari sekian contoh mudahnya hati manusia berbolak-balik tergambar dari keputusan Rina Nose dan Kartika Putri. Serupa tapi bertolak belakang dua perempuan yang berprofesi sebagai artis ini mantap mengambil keputusan besar dalam hidupnya masing-masing.

Yang satu memutuskan membuka hijab yang sempat beberapa bulan menutup kepalanya, yang lainnya malah berazam untuk mulai berhijab. Terlepas niat yang hanya mereka berdua yang tahu pasti, tugas kita tak sisa selain mendo'akan kebaikan atas setiap keputusan yang mereka ambil.

Secara hakiki, tak ada hak kita menilai siapa yang lebih baik. Namun, sebatas apa yang dapat kita saksikan, pengetahuan kita dapat menuntun untuk memandang mana yang tengah mendekat kepada kebaikan dan mana yang menjauh. Tentu, itu pun berdasar pada pemikiran dan keyakinan masing-masing terhadap nilai kebenaran mana yang kita pegang.

Pertanyaan berikutnya, ketika tetap dua sisi di atas harus dipilih, beranikah kita menguji kadar kebenaran yang kita yakini? Mari kita mulai.

Saudaraku, sejauh mana kita memaknai hidup kita? Apa sebatas makan, bernafas, dan berfungsinya segala organ penunjang kehidupan? Apakah dengan terpenuhinya segala kebutuhan? Apakah dengan teratasinya kesedihan, diraihnya kesenangan, dan mampunya menunjukan eksistensi? Ataukah sebuah penjalanan tentang pencarian makna yang hakiki?

Pertanyaan-pertanyaan itulah yang akan mengantarkan kita mendekat pada nilai kebenaran mana yang harus diyakini.

Kembali ke tema di atas, Rina Nose sebelumnya mengungkap bahwa keputusannya adalah buah dari suatu pencarian. Beliau memandang langkahnya adalah hasil refleksi dari beragam pengetahuan dan penemuan yang beliau dapat. Dibanding Kartika Putri yang berhijab karena wake up call berupa mimpinya tentang kematian, kisah Rina terdengar lebih dramatis. Lantas apa iya keputusan Rina sudah merupakan hasil akhir terbaik.

Dengan tetap menghargai pilihannya sebagai sebuah usaha berpikir beliau, tetaplah hal tersebut perlu kita kaji. Bukan untuk menghakimi nalarnya. Tapi setidaknya, hal tersebut bisa menjadi bekal untuk kita dalam membuat pilihan bagi diri kita pribadi.

Berdasar pengakuannya ke publik luas, Rina begitu takjub dengan kondisi jepang. Negara yang disinggahinya selama 2 atau 3 hari. Tatanannya rapi, bersih, dan orangnya ramah. Critical poin-nya, mereka (warga jepang) bukanlah orang-orang yang agamis. Demikianlah menurut Rina yang akhirnya mempertanyakan nilai-nilai agama dalam kehidupan. Nyatanya, dengan nilai kemanusiaan plus kesadaran terhadap alam, jepang dapat menjadi negara yang begitu elok di mata Rina.

Betapapun benar yang dirasa Rina, ada banyak hal yang tak tersentuh oleh Rina dalam mendeskripsikan jepang. Kesimpulannya parsial, tidak menyeluruh, dan bisa jadi merupakan efek cultur shock dari seseorang yang bertemu dengan sebuah aktualisasi budaya yang baru ditemuinya.

Pertama, tidakkah Rina juga menemukan fakta bahwa jepang adalah negara dengan angka bunuh diri tertinggi? Lebih dari 30.000 orang mati bunuh diri di jepang. Tak juga tahukah beliau bahwa jepang adalah surga syahwat dan merupakan salah satu produsen terbesar film porno dunia? Ah, Sayang sekali! Kala di jepang mungkin Rina tidak keluar rumah saat jam sibuk. Karena jangankan beramah tamah, gila kerja orang jepang sudah over dosis dan menjadi permasalah serius yang tengah diupayakan solusinya oleh pemerintah di sana.

Artinya apa? Ada yang hilang dari orang jepang di balik indahnya tatanan kota dan eksebisi budayanya yang mendunia. Keyakinan terhadap hal yang bukan sekedar materi dan kesenangan telah merampas kedamaian dan tujuan hidup mereka yang lebih berharga. Dimana itu semua bisa didapat? Agama. Jawaban yang justru Rina negasikan dalam konteks beliau memahami budaya jepang.

Tapi, bukankah acuan nilai orang itu bisa saja berbeda. Bisa jadi justru kesenangan dan kecukupan materilah yang menjadi acuan seseorang. Ok.. tapi nyatanya, fakta menyeluruh tetang jepang tadilah gambarannya. Tatanan kota bisa sangat elok. Apa artinya jika depresi meraja dan praktek asusila menjadi hal yang biasa. Jika benar nurani yang bicara, nilai kemanusiaan sendiri justru akan lebih condong pada hal yang tersisihkan di sana.

Kedua, jika keputusan terakhir adalah hasil akhir pencarian Rina, lantas dasar apa yang dulu ia pijak untuk memilih berhijab. Ok, katakanlah hijab beliau memang sebatas menutup kepala, tapi tidakkah kala itu ada dorongan yang menuntun beliau pada makna berhijab yang sebenarnya. Jika ada, sebenarnya beliau sudah masuk ke ranah pembelajaran dan itulah yang justeru perlu dikuatan dasarnya.

Intermezo, hal konyol sempat saya temui kala isu lepas hijab Rina booming. Sebuah meme di media sosial menyatakan dukungan atas sikap Rina membuka hijab alih-alih berhijab tapi tak shari (dalam pandangan pembuat meme). Sungguh, kaum pembuat meme ini intoleran terhadap proses belajar yang justru begitu dihargai Nabi dan ajaran islam. Bukankah pelarangan khamar pun bertahap. Apa lupa, Nabi begitu sabar dalam mendampingi orang awam?

Intinya, saat kita bertemu sebuah nilai kebenaran, tahu hal tersebut adalah benar, tapi masih dalam proses meyakini dan aplikasi, sikap terbaik adalah mencari penguatan untuk mengokohkan keyakinan tersebut bukan malah mengujinya untuk melemahkan. Mengkaji ulang sangatlah boleh. Namun, hal itu hanya layak dilakukan jika memang pada perjalanannya kita menemukan perkara yang bertentangan.

Jika akal kita masih bisa menerima logika peremouan mana yang lebih terjaga, apakah yang tertutup atau terbuka, sepertinya, keputusan melepas hijab hanya didorong oleh nafsu belaka.

wallahualam..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ternyata, Inilah Sifat yang Bisa Memuliakan dan Menghinakan Manusia

Manusia, Mahluk Berakal yang Harus Mencari Posisinya dalam Tatanan Sosial Diakui atau tidak, sebagai makhluk yang hidup dalam tatanan kehidupan yang teratur, manusia memiliki batasan-batasan dalam segala tindak tanduknya. Karenanya, pengendalian diri dari perilaku yang bisa merusak tatanan sosial di lingkungan sekitar mutlak diperlukan guna menghindari konsekuensi negatif bagi diri maupun lingkungan akibat perilaku merusak tersebut. Sejatinya, seorang manusia memang sudah memiliki filter untuk memilah mana yang baik dan buruk untuk dilakukan sebagaimana Freud yang berteori bahwa Ego yang melakukan tindakan dari dorongan dasar Id bisa dikendalikan oleh superego yang bertugas menentukan tindakan ego tadi dengan pertimbangan baik dan buruknya. Dilansir dari belajarpsikologi.com (07/09/17) Namun demikian, kadang manusia tetaplah kalah dan berbuat di luar ketentuan dikarenakan adanya tuntutan kebutuhan maupun syahwat yang terus mendesak. Contoh sederhananya, hukum positif mau

Buah Manis Sebuah Ketulusan

Mas Ano, begitu biasanya warga komplek memanggilnya. Beliau adalah orang pertama yang saya kenal dekat. Maklum, selain menjabat Ketua RT, seringkali kami mengobrol dan saling bercerita soal berbagai hal, termasuk lika-liku pengalaman hidup. Dari sana lah sedikit banyak saya tahu kisah hidup Mas Ano yang asal blitar ini. Dibesarkan di keluarga petani, dari ceritanya, beliau bukan tergolong orang yang kekurangan. Untuk ukuran orang daerah keluarganya termasuk berkecukupan. Kendati demikian, Mas Ano muda telah dilatih untuk mandiri dan siap bekerja keras. Karenanya, selepas lulus sekolah, beliau lebih memilih keluar daerah daripada mencari aman mengurusi sawah dan sapi piaraan Sang Ayah. Dari sanalah petualangan Mas Ano dimulai. Berbekal niat mencari penghidupan sendiri, berbagai profesi telah dia geluti. Mulai dari satpam, penyalur saos, sampai kuli bangunan. Kebanyakan profesi tersebut dia lakoni di jakarta. Masuk dalam lingkaran hidup yang tanpa kejelasan, akhirnya, Allah

Hukum dan Ketentuan Qurban

Assalamu’alaikum Bro and Sis.. Kurang dari seminggu lagi kita akan bertemu dengan Hari Raya Idul Adha yang juga dikenal dengan Hari Raya Qurban. Sudah siap dengan hewan qurbannya masing-masing? Biar ibadah qurbannya lebih mantap, yuk kita baca lagi beberapa dall menyangkut ketentuan qurban yang tercantum dalam hadist Nabiullah Muhammad Saw. Perintah Qurban “Sesungguhnya Kami telah memberikan karunia sangat banyak kepadamu, maka sholatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah qurban.” QS. Al Kautsar 1-2 Dalam ayat tersebut jelaslah Allah SWT memerintahkan kita untuk berkurban. Namun, sebagaimana perintah sholat dalam ayat tersebut, sifat perintah berkurban bersifat umum / tidak spesifik. Adapun penguatan bahwa hukum berqurban adalah sunah, dapat dilihat dalam hadis, Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: “ Saya menyaksikan bersama Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Shalat Idul Adha di lapangan, kemudian tatkala menyelesaikan khutbahnya beliau turun dari mimbarnya, dan beliau diber